Sudah sekitar 1 jam
Aku duduk di ruangan ini, sebuah ruangan yang didesain dengan segala corak kebudayaan
Jambi. Semua yang berada disini sedang menunggu, Akupun begitu. Kuperhatikan
tingkah mereka, rata-rata sibuk menatap layar smartphone-nya masing-masing, ini Era Digital Bung!. Aku mengambil ponsel yang sudah sejak tadi
di-charge di salah satu layanan “free
charging” di gedung ini. Terdengar beberapa pemberitahuan dari pengeras
suara mengenai pemberangkatan si Burung
Besi. Tak salah lagi, Aku sedang di ruang tunggu bandara.
Sudah menjadi hal
lumrah “mungkin” mengenai pengunduran jadwal keberangkatan oleh maskapai. Kali
ini alasannya “kerusakan” si Burung Besi, tentu saja ini bukan atas kemauan
mereka, Delay yang Berlipat
kuberinama. 1 hari sebelum keberangkatan pihak maskapai memberitahu bahwa
penerbangan yang seharusnya dijadwalkan jam 14.35 diundur menjadi jam 16.05. Aku
berangkat diantar Ayah sekitar pukul 13.00 dari rumah, mengingat jarak tempuh
dari rumah ke Bandara hampir 1,5 jam. Walhasil, sampai Bandara sekitar jam
14.30, Aku terburu-buru check-in. Petugas di loket check-in memberitahu bahwa
kemungkinan pesawat dari Jakarta baru tiba jam 05.15 karena kerusakan pesawat, Unpredictable!.
Akhirnya kuberitahu
Ayah mengenai hal ini, kukatakan “Pulang
saja yah, penerbangannya masih lama”. Akhirnya Ayah pulang dan Aku memilih
menunggu di ruang tunggu ini. Aku tahu yang teramat khawatir dengan “delay” ini
adalah Ibuku. Sebelum berangkat beliau sudah mewanti-wantiku, “kalau pesawatnya baru berangkat jam 4, jam
berapa berangkat ke Bandungnya? nanti sampai Bandungnya jam berapa?”, Aku
tahu, Ibu tahu persis akan semua jawaban yang ditanyakan kepadaku. Tergambar
jelas dari matanya kekhawatiran melepas anak gadisnya bepergian sendiri,
malam-malam pula. Sebelumnya Ibu juga berharap Aku pulang bersama Muthia ke
Bandung, tapi karena Aku memiliki jadwal lapangan yang direncanakan tanggal 13,
akhirnya Ibu tak bisa memaksa. Oya, ternyata lapangannya pun tidak jadi, karena
ada salah satu dosen yang tidak bisa, Life
is Unpredictable, right??. Ibu kembali membujukku, “undurkan tanggal tiket pulangnya, biar bisa serempak Muthia”. Aku
menyerah akan permintaan Ibu yang itu, sinyal internet di kampungku benar-benar
memprihatinkan, apalagi untuk meng-cancel
dan mengundurkan penerbangan L.
Dan kini, Aku masih
duduk di ruang tunggu ini, sibuk berbicara dengan fikiranku sendiri. Aku selalu
yakin, apapun yang menimpa kita, pasti ada hikmahnya. Hanya mungkin kita perlu
menerima dan belajar untuk bisa memetik hikmah itu. Semua yang terjadi pada kita
adalah BAIK dan hanya ATAS IZIN ALLAH. Seyogyanya Hidup adalah tentang PENERIMAAN.
Karena hidup tidak pernah "selalu" berjalan sesuai dengan rencana kita. Sejatinya, rencana kita
bukanlah yang terbaik, rencana Sang Maha Kuasa-lah yang terbaik. Kita hidup di
tengah sesuatu yang kita beri nama ketidakpastian yang terkadang terasa
sebagai kejutan di tengah rencana-rencana kita.
Alhamdulillah akhirnya
pesawat itu berangkat dengan beberapa insiden “kejutan”, akhirnya Aku berangkat
ke Bandung pukul 08.00. Tak henti ku kirimkan sms kepada Ibuku di setiap
kesempatan, hanya itu yang bisa kulakukan untuk mengurasi rasa khawatirnya. Jam
08.00 Cipaganti berangkat dari Bandara menuju Bandung. Ibu menelfonku, “Kenapa gak ambil Cipaganti jam 1 malam, biar
Subuh sampai Bandungnya?”, Aku jawab “ Aku
sudah di Cipaganti bu”. Setelah telfon terakhir itu, Ibu tak menelfonku lagi, Aku tahu Ibu tengah sibuk memikirkanku di rumah,
meskipun kini beliau tak menelfon atau mengirimkan sms lagi.
Alhamdulillah, Unpredictable again!. Cipaganti sampai
Bandung kurang dari jam 11 malam, padahal dalam perhitunganku mungkin sekitar
jam 12 malam. Segera kukirimkan kabar kepada seorang Ibu yang sedang sibuk
memikirkan nasib anak gadisnya, bahwa Alhamdulillah anaknya sudah sampai di
kosan dengan selamat, Ibu segera merespon, “Alhamdulillah
nian Ci, terkabul doa Ibu…”. #ThanksMom :’).
‘Ala Kulli
Haal Alhamdulillah Ya Allah for Unpredictable Life…